Megatrend - Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) kembali menegaskan perannya sebagai asosiasi fintech pertama dan terbesar di Indonesia yang mewakili inovasi pelaku ekonomi dan keuangan digital di Indonesia dengan sukses menggelar Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 di Raffles Hotel, Jakarta, Selasa (19/08/2025). Mengusung tema “Securing Economic Growth: Trusted Digital Finance as an Enabler of an Inclusive Economy”, forum ini menjadi wujud nyata kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat keamanan, integritas, dan kepercayaan dalam ekosistem keuangan digital.
Penyelenggaraan IDBS 2025 sejalan dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, yang pada 2024 mencapai USD 90 miliar dan naik 13 persen dari tahun sebelumnya. Bank Indonesia mencatat transaksi QRIS hingga kuartal II 2025 mencapai Rp317 triliun, tumbuh 121 persen secara tahunan. Dengan lebih dari 57 juta pengguna dan 93 persen merchant berasal dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), adopsi digital menunjukkan tingkat inklusivitas yang tinggi dan menegaskan peran strategis layanan keuangan digital sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indarto Budiwitono, menegaskan bahwa di tengah masifnya perkembangan teknologi informasi membuat perbankan tidak lepas dari keharusan untuk melakukan transformasi dan digitalisasi. Era digitalisasi di satu sisi mampu merubah layanan industri jasa keuangan menjadi lebih cepat dan efisien namun di sisi lain memberikan tantangan antara lain berupa tingginya potensi serangan Siber. Oleh karena itu, penguatan tata kelola keamanan informasi dan perlindungan konsumen bagi sektor perbankan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik di era digital.
“Bank perlu mengembangkan strategi digital yang agile dan terukur, tidak hanya dalam aspek efisiensi saja, namun hal tersebut sebagai jawaban atas ekspektasi nasabah yang semakin kompleks,” ungkap Indarto. Transformasi digital juga harus diimbangi dengan investasi berkelanjutan dalam keamanan siber, kapabilitas analitik data, dan integrasi teknologi cloud serta AI. Ketahanan siber, yang tidak hanya soal pertahanan sistem, melainkan juga menyangkut reputasi dan keberlangsungan bisnis bank. ”Melalui IDBS 2025 ini, diharapkan para pelaku industri dapat mencermati tantangan dan peluang di sektor perbankan untuk menyiapkan strategi dan arah pengembangan bisnis termasuk dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.”
Ketua Umum AFTECH, Pandu Sjahrir menegaskan bahwa melalui IDBS, AFTECH tidak hanya menghadirkan dialog, tapi turut membentuk arah dan solusi nyata untuk kemajuan ekosistem digital Indonesia yang tepercaya. “AFTECH menginisiasi IDBS untuk mendorong kemitraan strategis yang bisa direplikasi lintas sektor antara bank digital, fintech, regulator, dan sektor riil,” ujar Pandu. “Tahun ini kami fokus pada tiga keluaran utama: penguatan ketahanan siber dan pencegahan scam berbasis intelijen bersama, desain produk keuangan yang benar-benar inklusif bagi UMKM dan masyarakat underserved, serta arsitektur kolaborasi yang berkelanjutan,” tegasnya. Dengan langkah-langkah tersebut, Pandu menegaskan bahwa keuangan digital yang tepercaya akan berfungsi sebagai fondasi fundamental bagi pertumbuhan ekonomi yang aman, adil, dan berkelanjutan, sekaligus mendukung realisasi target pertumbuhan ekonomi nasional menuju 8%.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum II AFTECH, Budi Gandasoebrata, menggarisbawahi tiga pilar utama yang perlu dijalankan secara simultan agar keuangan digital benar-benar menjadi pengungkit pertumbuhan. “Pertama, kita perlu regulasi dan pengawasan yang adaptif dan berbasis risiko agar inovasi tidak mengorbankan keamanan,” jelas Budi. “Kedua, inovasi digital seperti AI dan open finance harus dijalankan secara akuntabel dengan tata kelola yang kuat. Ketiga, edukasi publik dan kampanye anti-scam harus dilakukan secara terintegrasi lintas platform dan regulator. Semua ini menjadi syarat mutlak agar kepercayaan publik terhadap sektor keuangan digital tetap terjaga,” katanya.
IDBS 2025 turut mendalami berbagai isu paling mendesak yang dihadapi industri keuangan digital saat ini. Salah satu fokus utama adalah bagaimana layanan keuangan digital dapat menjadi motor penggerak transformasi sektor riil. Dalam salah satu sesi diskusi, terungkap bahwa tantangan utama yang dihadapi UMKM di Indonesia ada tiga, yaitu kesulitan akses ke pasar, kesulitan akses terhadap pembiayaan, serta keterbatasan dalam literasi dan kemampuan pencatatan keuangan. Panelis sepakat bahwa untuk mengatasi hambatan tersebut, solusi yang paling efektif adalah melalui pembangunan ekosistem digital yang komprehensif melalui kerja sama antara perbankan dengan para pelaku industri fintech.
Dalam ekosistem ini, pihak regulator mendorong pemanfaatan data digital sebagai alternatif penilaian kredit untuk menjangkau UMKM underbanked. Inovasi dari pelaku fintech menjadi kunci, di mana penyedia pemeringkat kredit menggunakan data transaksi elektronik untuk credit scoring, sementara penyedia gerbang pembayaran menyediakan infrastruktur dan datanya untuk dikonsumsi oleh perbankan. Upaya ini juga didukung oleh pendampingan dan edukasi yang terstruktur dari pemangku kepentingan lainnya. Kolaborasi sinergis antar berbagai pihak ini dinilai krusial untuk memajukan UMKM dan mengatasi berbagai risiko.
Post a Comment